penapisan

Depresi pasca salin berat dan psikosis mudah untuk dikenali, namun bentuk yang lebih ringan atau lebih perlahan munculnya seringkali terlewatkan. Bahkan gejala depresi berat yang muncul selama masa nifas sering terlewatkan oleh pasien dan perawatnya karena dianggap normal dan sebagai bagian dari proses kehaliran bayi. Karena sulitnya memprediksikan wanita yang berada pada populasi umum yang akan berkembang menjadi psikosis puerperalis, dianjurkan untuk menapis seluruh wanita untuk gejala depresi pada masa nifas. Hambatan terbesar dalam mendiagnosis depresi pasca salin adalah pada tingkat klinisi gagal menanyakan adanya gejala-gejala fektif pada wanita masa nifas. (2)
Kunjungan klinisi yang standar pada 6 minggu pertama masa nifas dan kunjungan berikutnya untuk pemeriksaan bayi adalah waktu yang tepat untuk menapis adanya gangguan depresi pasca salin. Bagaimana pun juga penapisan untuk gangguan afektif selama masa nifas lebih sulit dibandingkan waktu lainnya. Banyak tanda-tanda neurovegetatif dan gejala karakteristik depresi mayor (seperti gangguan tidur dan nafsu makan, berkurangnya libido, kelelahan) juga terdapat pada wanita non-depresi pada masa puerperium akut. Banyak skala penilaian yang dipakai untuk wanita bukan masa nifas (contohnya Beck Depression Inventory) belum divalidasi pada populasi puerperal. Sebaliknya Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) yang terdiri dari 10 pertanyaan, yang harus dijawab sendiri telah digunakan secara luas untuk deteksi depresi pasca salin dan telah dibuktikan mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang memuaskan pada wanita masa nifas. Walaupun belum begitu sering digunakan EPDS dapat mudah digunakan secara bersamaan pada evaluasi rutin wanita pasca salin. Skala penilaian ini dapat menapis wanita yang butuh evaluasi psikiatrik lebih lanjut. Skala EPDS saat ini tengah dipakai pada penelitian kohort multietnik dan multisenter pada depresi pasca salin di Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar